Rencana DPR untuk mengubah UU Pemilihan Kepala Daerah menuai pertentangan luas dari Warga, baik di media daring maupun luring.
Sebuah gambar lambang negara Garuda Pancasila dengan latar belakang biru dan tulisan “PERINGATAN DARURAT” beredar luas di media sosial.
menyusul upaya para wakil rakyat untuk mengakali putusan Mahkamah Konstitusi tentang ambang batas pencalonan kepala daerah dan batas usia calon.
BACA JUGA: Indonesia Dorong Pekerja Migran dan Perdagangan Manusia
Gambar yang diambil dari sebuah film fiksi pendek itu dengan cepat menjadi viral,
didorong oleh para influencer dan orang-orang yang menyuarakan keprihatinan mereka terhadap kondisi demokrasi Indonesia.
Pada hari Kamis, puluhan aktivis, mahasiswa, anggota masyarakat sipil, dan profesor meletakkan karangan bunga di luar Mahkamah Konstitusi untuk mendukung putusan tersebut.
Mereka menyampaikan rasa terima kasih atas peran Mahkamah Konstitusi sebagai pengawal Konstitusi negara.
“Yang terhormat para hakim konstitusi, hari ini, kami semakin bersyukur atas pemulihan tidak hanya martabat Konstitusi tetapi juga hak-hak kami, khususnya hak-hak demokrasi dalam persaingan politik,” kata politikus Wanda Hamidah.
Ratusan mahasiswa dari berbagai kalangan menggelar aksi damai di Tugu Pahlawan, Surabaya, untuk mendukung putusan Mahkamah Konstitusi dan menolak politik dinasti yang berpotensi muncul pada Pilkada 2024.
Tokoh masyarakat seperti sutradara film Joko Anwar, aktor papan atas Reza Rahadian, dan komedian.
kondang juga berkumpul di depan kompleks parlemen Senayan, Jakarta, untuk menyampaikan aspirasi dan membela putusan Mahkamah Konstitusi tersebut.
“Kami hadir di sini untuk menunjukkan solidaritas karena kami sudah muak dengan wakil rakyat di DPR yang tidak mewakili suara rakyat,” kata Arie Keriting, seorang komika kondang.
Mereka yang turun ke jalan sempat merasakan secercah harapan saat Mahkamah Konstitusi pada Selasa lalu merevisi
Keputusan MK
ambang batas pencalonan calon kepala daerah dan wakil kepala daerah melalui Putusan Nomor 60/PUU-XXII/2024.
Mahkamah mengubah Pasal 40 ayat (1) UU Nomor 10 Tahun 2016 yang mewajibkan parpol memperoleh 25 persen suara atau 20 persen kursi DPRD untuk mengajukan calon.
Putusan tersebut memperbolehkan parpol yang tidak memiliki kursi DPRD untuk mengajukan pasangan calon.
Mahkamah memutuskan bahwa jumlah suara sah di suatu daerah semata-mata akan menentukan kelayakan parpol atau gabungan parpol untuk mengajukan calon.
Ambang batas baru akan didasarkan pada jumlah pemilih di provinsi atau kabupaten/kota
dan akan berkisar antara 6,5 persen hingga 10 persen.
Putusan MK tersebut tidak hanya akan berdampak pada kandidat seperti Anies Baswedan atau PDIP yang ditinggalkan koalisi besar di Pilkada DKI Jakarta.
tetapi juga akan menciptakan pergerakan dan dinamika politik yang luas bagi kandidat yang selama
ini tidak memiliki peluang dalam membangun koalisi yang ada, kata seorang pengamat.
Putusan tersebut juga diharapkan dapat menciptakan peluang baru bagi para calon kepala daerah yang sebelumny
a telah putus asa untuk mendapatkan pencalonan dari partai. Lebih jauh,
putusan MK tersebut dapat memungkinkan para Warga tersebut untuk menemukan partai yang bersedia mendukung upaya mereka.
“Karena banyaknya koalisi besar, banyak Warga yang menghadapi peluang terbatas,” jelas Aditya Perdana,
dosen ilmu politik di Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia (FISIP UI).